RENUNGAN DALAM PENCARIAN SEMANGAT SOSOK PEMUDA
Menjadi
seorang etoser adalah anugerah yang luar biasa yang Allah berikan pada saya.
Sebuah kesempatan luar biasa untuk berubah menjadi insan lebih baik dan ini
tidak akan pernah bisa saya sia-siakan begitu saya. Banyak keluhan ketika
dihadapka berbagai tuntutan yang diberikan, dari aktif kajian pagi, mengikuti
lomba menulis, membuat esai setiap bulan, proyek sosial desa binaan, dan
pembinaan tiap pekan. Belum lagi ditambah berbagai kegiatan dari yayasan Dompet
Dhuafa seperti kerelawanan dan berbagai kegiatan kampus yang ingin juga
dikerjakan mulai dari kajian, pengkaderan, dan kepanitian. Dan yang pasti tidak
bisa ditinggalkan, kuliah tentunya. Banyak memang hingga sering rasa jenuh ataupun
sumpek menghampiri. Untuk pulang ke asrama saja rasanya enggan sekali. Dari itu
sering diri ini bertanya, apa guna dan manfaat ini semua? Kenapa saya harus
melakukan semua ini? Bagaimana nanti nasib nilai-nilai kuliahku nanti? Dan
banyak pertanyaan menyesakkan lainnya.
Suatu
ketika saya menemukan tumpukan buku panduan mentoring anak ITS yang tertumpuk
di etalase buku asrama. Tertarik dan akhirnya saya buka dan baca. Ada satu bab
yang membuat saya semakin tertarik untuk membacanya, “Yang Muda Yang Bermanfaat”.
Saya baca dan alhamdulillah ternyata banyak inspirasi yang saya dapat. Pada
bagian bab tersebut dicantumkan ceramah Ustadz Rahmat Abullah dan saya
mendapatkan banyak sentilan atas berbagai keluhan saya.
“Teruslah
bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu.
Teruslah
berlari, hingga kebosanan itu bosan mengerjarmu.
Teruslah
berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah
bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu.
Tetaplah
berjaga, hingga kelusan itu lesu menemanimu.”
Sebuah
bait-bait motivasi yang luar biasa. Menggambarkan betapa idealisnya seorang
muslim, apalagi seorang muslim muda. Dari itu saya banyak belajar bahwa tidak
ada perjuangan terutama jalan dakwah yang mudah. Semua butuh pengorbanan dan
semua butuh totalitas. Kesungguhan memang benar akan menyedot saripati
energimu. Sampai tulang belulangmu. Sampai daging terakhir yang menempel di
tubuh rentamu. Tubuh yang luluh lantak diseret-seret, tubuh yang hancur lebur
dipaksa berlari. Begitulah seharusnya pemuda muslim, kerja keras dan semuanya
hanya untuk mencari keridloan-Nya.
Belajar dari sumber ilmu dan
rujuan terbaik, al-Qur’an tidak hanya menyebutkan para pemuda tersebut sebagai
sebuah kisah yang indah, tapi juga menjelaskan karakteristik sosok pemuda ideal
bagi generasi berikutnya. Ia tak cukup untuk dikenang saja tapi nilai yang
paling utama adalah meniru perilaku dan akhlak mereka sebagai teladan-teladan
terbaik yang pernah ada.
Pertama, memiliki syaja’ah
(keberanian) dalam menyatakan yang haq (benar) itu haq (benar) dan yang bathil
(salah) itu bathil (salah). Karakter utama pemuda Muslim adalah siap
bertanggung jawab dan menanggung risiko dalam mempertahankan keyakinannya. Teladan
spektakuler telah dicontohkan oleh pemuda Ibrahim pada masa Raja Namrudz,
penguasa tirani ketika itu. Dengan gagah berani Ibrahim menghancurkan
sekumpulan berhala kecil, lalu menggantung kapaknya ke leher berhala yang
paling besar. Ibrahim ingin memberikan pelajaran kepada kaumnya bahwa menyembah
berhala itu sama sekali tidak mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Kisah
heroik ini dikisahkan secara bertutur dalam surah Al-Anbiya [21]: 56-70.
Kedua, memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi untuk mencari dan menemukan kebenaran atas dasar ilmu
pengetahuan dan keyakinan. Seorang pemuda Muslim tak mengenal kata berhenti
dari belajar dan menuntut ilmu pengetahuan. Semakin banyak ilmu yang
dimilikinya, akan menghantarkan ia menyadari betapa banyak ilmu yang belum
diketahui. Firman Allah, “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah
berfirman: “Belum yakinkah kamu ?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya,
akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” (Al-Baqarah [2]: 260)
Ketiga, sosok pemuda Muslim
selalu berusaha dan berupaya untuk berkelompok dalam bingkai keyakinan dan
kekuatan akidah yang lurus. Sikap mereka layaknya pemuda-pemuda Ashabul Kahfi
yang dikisahkan Allah dalam surah al-Kahfi. Mereka berkumpul untuk merencanakan
sebuah kebaikan dan saling menguatkan di dalamnya. Bukan berkelompok untuk
mengadakan konspirasi jahat atau merencanakan suatu keburukan. Jadi, para
pemuda Muslim berkelompok bukan sekadar untuk huru-hara, kongkow-kongkow yang
tidak jelas. Tetapi mereka berkelompok dalam kerangka ta’awun ala al-birri wa
at-taqwa, bukan berkerjasama dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
Keempat, selalu berusaha untuk
menjaga akhlak dan kepribadian sehingga tidak terjerumus pada perbuatan
asusila. Dalam kondisi sekarang, hal ini menjadi suatu hal yang sangat berat.
Dekadensi moral yang mendera masyarakat khususnya para pemuda. Belum lagi
dominasi budaya Barat yang begitu menggila di tengah masyarakat menjadikan
pergaulan islami menjadi sesuatu yang sangat mahal saat ini. Kisah kepribadian
Nabi Yusuf sangat layak dijadikan teladan bagi para pemuda. Kala itu pemuda
Yusuf digoda oleh Zulaikha di dalam ruangan tertutup. Tak ada seorang pun yang
tahu perbuatan mereka selain mereka berdua saja. Namun dengan akhlak yang
terjaga serta pertolongan Allah tentunya, akhirnya sang pemuda tampan itu bisa
lolos dari jeratan bujuk rayu Zulaikha yang dibisikkan oleh setan laknatullah.
Allah berfirman, “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan
itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu
andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami
memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu
termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (Yusuf [12]: 22-24).
Kelima, memiliki etos kerja
dan etos usaha yang tinggi. Jati diri pemuda Muslim terlihat pada sikap tidak
pernah menyerah pada rintangan dan hambatan. Ia memandang berbagai kesulitan
hidup adalah peluang untuk mengukir prestasi dan sarana kematangan jiwa. Kekurangan
materi yang melilit kehidupan sehari-hari, kesusahan hidup yang terus melekat
erat tak jarang menjadikan seseorang kehilangan semangat hidup. Alih-alih
berpikir positif untuk orang lain, seringkali orang seperti ini hanya bisa
berpikir pragmatis saja. Sebaliknya, orang yang punya etos kerja tinggi akan
berusaha terus. Meski duka lebih sering menyapa, tapi hal itu tak menyurutkan
ghirah hidupnya. Ia tetap memiliki visi yang tajam serta himmah aliyah (tekad
yang tinggi). Hal itu diperagakan oleh sosok pemuda Muhammad yang menjadikan
tantangan sebagai peluang untuk sukses hingga ia tumbuh menjadi pemuda yang
bergelar Al-Amin (terpercaya) dari masyarakat. Segala rintangan dan kesulitan
hidup hanya menjadi batu loncatan bagi pemuda Muhammad meraih kesuksesan hidup.
Itulah
lima karakteristik pemuda muslim ideal berdasar Al Qura’an. Bisakah kita
mengaktualisasikannya dalam diri? Semoga
ini bisa menjadi renungan dan sumber inspirasi bagi para pemuda Indonesia masa
kini. Wallahu a'lam.
Referensi : www.republika.com
0 komentar:
Posting Komentar